BERITA BISNIS

Hotel Grand Clarion Kendari Tawarkan Birthday Package

Tak hanya remaja dan dewasa, Grand Clarion Hotel  Kendari pun membidik usia anak melalui Birthday Package-nya. Beberapa paket menarik ya...

Senin, 14 Agustus 2017

Prof. Dr. Abdullah Alhadza, MA. Makna Puisi" Sekali Berarti, Sudah Itu Mati"

Salah satu frase dalam Puisi Chairil Anwar berbunyi : “Sekali berarti sudah itu mati”. Frase yang pendek, namun mengandung arti yang sangat padat dan sarat makna. Frase itu telah menjadi perbincangan dan kajian spektakuler bukan saja di kalangan sasterawan tetapi juga para ilmuan humaniora sepanjang perjalanan sejarah bangsa ini.
Chairil Anwar sebagai seorang kutu buku termasuk buku agama tentu, seperti juga RA Kartini, dapat diduga keduanya telah terilhami ayat suci Al Qur’an. RA Kartini mendapat ilham dari ayat Al Qur’an surah ayat Al Baqarah 257 yang berbunyi minad dulumati ilan nur, yang berarti dari gelap menuju terang ketika menulis surat kepada sahabatnya di negeri Belanda, sementara Chairil terinspirasi oleh ayat Al Qur’an Surat Ali Imran : 102 yang berbunyi Wa laa tamutunna illa wa antum muslimun di saat menulis puisinya yang diberi judul Diponegoro yang di dalamnya ditegaskan ungkapan Sekali berarti sudah itu mati.
Kalimat Kartini “Door Duisternis tot Licht” dalam salah satu suratnya tersebut memukau Mr J.H. Abendanon Menteri Pendidikan Belanda sehingga kemudian dijadikannya judul ketika menerbitkan kumpulan surat surat Kartini dalam bentuk buku yaitu “Door Duisternis tot Licht”. Judul buku itu kemudian diterjemahkan secara bebas oleh penyair Indonesia angkatan Pujangga Baru Armijn Pane dengan nama “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang kita kenal selama ini.
Kembali kepada ungkapan Chairil dalam puisinya “Sekali berarti sudah itu mati”. Ungkapan itu tidak lain dari pesan penyair yang bermakna janganlah engkau mati sebelum memberi arti bagi kehidupan bangsa ini. Sebagaimana juga arti dari ayat Al Qur’an Surat Ali Imran : 102 yang berbunyi dan janganlah kamu mati sebelum menjadi muslim yang sebenar benarnya (Wa laa tamutunna illa wa antum muslimun).
Apabila kata “berarti” dicarikan padananannya dalam bahasa Indonesia maka kata yang tepat adalah “berfungsi”. Sehingga frase tersebut dapat diformulasi menjadi “sekali berfungsi sudah itu mati”, atau dengan kata lain tunjukkanlah fungsimu sebelum kematian datang menjemput dirimu.
Sesuatu benda berhak menyandang nama atau predikat yang dilekatkan kepadanya jika ia dapat melaksanakan fungsi yang diharapkan darinya. Misalnya sebatang pensil dapat disebut pensil jika ia dapat digunakan untuk menulis. Apabila sebuah pensil tidak bisa lagi difungsikan untuk menulis, maka otomatis predikatnya sebagai pensil sudah gugur mungkin lebih tepat disebut pengorek telinga atau pengganjal pintu karena tinggal itulah fungsi di mana ia bisa digunakan. Suatu payung yang sudah koyak daunnya mungkin lebih tepat disebut tongkat lantaran tidak bisa lagi melindungi pemiliknya dari sengatan matahari atau guyuran hujan, demikian seterusnya.
Kehidupan seorang manusia bisa menyandang berbagai fungsi, seperti : sebagai suami atau isteri, sebagai ayah, sebagai guru, sebagai manajer, sebagai anggota legislatif, sebagai penegak hukum, sebagai dokter, sebagai bupati, gubernur atau presiden dan lain lain. Seorang guru dapat disebut guru manakala ia mampu melaksanakan fungsinya sebagai guru. Jika seorang guru cuma melaksanakan fungsinya setengah setengah maka ia cuma pantas disebut setengah guru. Seorang Aparatur Sipil Negara yang bekerja setengah hati dalam melayani masyarakat, hanya pantas disebut setengah ASN, di mana gaji dan pendapatan lainnya seharusnya dibayar setengah saja dan tentu masa pensiunnya pun perlu dipercepat sebesar 50 persen.
dikembangkan lebih jauh, maka apabila ada seorang penegak hukum yang melakukan fungsi menginjak hukum, seorang anggota DPR yang menghianati janji kampanyenya, dan seorang pimpinan eksekutif yang tidak menepati visi misinya ketika mengikuti lelang jabatan ataupun debat kandidat maka bukan saja ia pantas disebut setengah Polisi, setengah Hakim dan setengah Jaksa, atau anggota dewan yang setengah terhormat, setengah kadis, setengah bupati, setengah gubernur, setengah menteri dan setengah presiden, tetapi mungkin predikat yang lebih tepat adalah para pecundang peruntuh hukum, para musuh rakyat, para penghianat bangsa dan berbagai predikat yang tidak terhormat lainnya.
Mari kita memandang kedalam diri kita masing masing, siapa kita dan apa kita sesungguhnya . Sudahkah kita melaksanakan fungsi kita sesuai predikat yang kita sandang? Mungkin sudah katakan Alhamdulillah (puji Tuhan), mungkin baru setengah atau tidak sama sekali katakan naudzubillah (semoga Tuhan menjauhkan kita dari kondisi seperti itu). Bagi yang berucap Alhamdulillah mari mengimprovisasi terus menerus fungsi itu agar kita bisa bahagia dan membahagiakan orang lain untuk pada gilirannya menikmati kebahagiaan yang hakiki. Bagi yang berucap nadzubillah, masih tersisa waktu untuk berebenah mengoptimalkan fungsi yang disandang sehingga bisa memberi arti bagi kehidupan dunia dan kemanusiaan dan mempersiapkan kehidupan akhirat yang nyaman.
Mari menyempurnakan lakon kehidupan dengan khusnul khatima yang indah untuk dikenang dan berharga untuk jadi rujukan bagigenerasi mendatang. Begitulah makna dari pesan penyair besar bangsa Chairil Anwar dalam penggalan sajaknya “ Sekali Berarti Sudah Itu Mati” semoga bermanfaat. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar